SERAH TERIMA JABATAN KIRI (HERI SUSANTO), KANAN (ARINI ARISANDI).
Rabu, 31 Maret 2010
GOLONGAN DARAH
Apakah Golongan Darah itu?
Golongan darah ditentukan adanya suatu zat/antigen yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam system ABO yang ditemukan Lansteiner tahnu 1900, golongan darah dibagi:
Golongan Sel darah Merah Plasma
A Antigen A Antibodi B
B Antigen B Antibodi A
AB Antigen A&B Tak Ada Antibodi
O Tak Ada Antigen Antibodi Anti A & Anti B
Pertanyaan serta jawaban sekitar Donor Darah
Siapa yang menemukan asal muasal golongan darah pada manusia?
Landsteiner adalah orang yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam ABO system pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan dilakukan dengan melakukan reaksi antara sel darah merah dan serum dari donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi dan dan satu macam tanpa reaksi. Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau samasekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Lantas, siapa yang menemukan golongan darah AB?
Von Decastello dan Sturli pada tahun 1901 yang menemukan golongan darah AB di mana kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibody.
Apakah Rh/Rhesus Faktor itu?
Rh Faktor adalah juga semacam sistem golongan darah, dengan melihat ada/tidak adanya antigen Rh di dalam sel darah merahnya.
Apakah ada macam golongan darah lain?
Selain ABO dan Rh, masih ada banyak sistem penggolongan darah menurut antigen yang terdapat dalam sel darah merah antara lain : MWSP, Lutheran, Duffy, Lewis, Kell dan sebagainya.
Berapa kalikah kita boleh menyumbangkan darah?
Sebaiknya secara teratur, maksimal 4-6 kali setahun, atau 2-3 bulan sekali penyumbangan dengan jarak waktu sangat dekat adalah sangat berbahaya karena tidak baik untuk kesehatan.
Golongan darah ditentukan adanya suatu zat/antigen yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam system ABO yang ditemukan Lansteiner tahnu 1900, golongan darah dibagi:
Golongan Sel darah Merah Plasma
A Antigen A Antibodi B
B Antigen B Antibodi A
AB Antigen A&B Tak Ada Antibodi
O Tak Ada Antigen Antibodi Anti A & Anti B
Pertanyaan serta jawaban sekitar Donor Darah
Siapa yang menemukan asal muasal golongan darah pada manusia?
Landsteiner adalah orang yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam ABO system pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan dilakukan dengan melakukan reaksi antara sel darah merah dan serum dari donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi dan dan satu macam tanpa reaksi. Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau samasekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Lantas, siapa yang menemukan golongan darah AB?
Von Decastello dan Sturli pada tahun 1901 yang menemukan golongan darah AB di mana kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibody.
Apakah Rh/Rhesus Faktor itu?
Rh Faktor adalah juga semacam sistem golongan darah, dengan melihat ada/tidak adanya antigen Rh di dalam sel darah merahnya.
Apakah ada macam golongan darah lain?
Selain ABO dan Rh, masih ada banyak sistem penggolongan darah menurut antigen yang terdapat dalam sel darah merah antara lain : MWSP, Lutheran, Duffy, Lewis, Kell dan sebagainya.
Berapa kalikah kita boleh menyumbangkan darah?
Sebaiknya secara teratur, maksimal 4-6 kali setahun, atau 2-3 bulan sekali penyumbangan dengan jarak waktu sangat dekat adalah sangat berbahaya karena tidak baik untuk kesehatan.
PMR Relawan Masa Depan
PMR ; Relawan Masa Depan
Pembinaan PMR Pembinaan Palang Merah remaja Palang Merah Remaja (PMR) adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI, yang selanjutnya disebut anggota PMR. Terdapat di PMI Cabang seluruh Indonesia dengan anggota lebih dari 1 juta orang. Anggota PMR merupakan salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta mengembangkan kapasitas organisasi PMI.
PMI mengeluarkan kebijakan pembinaan PMR: (1) Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan. (2) Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan. (3) Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI. (4). Remaja adalah kader relawan. (5). Remaja calon pemimpin PMI masa depan.
Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan: (1) Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter. (2) Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya. (3). Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat. (4) Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya. (5) Anggota PMR adalah calon relawan masa depan.
Perekrutan anggota PMR berdasarkan target usia: (1) 10 - 12 tahun (PMR Mula), (2) 12 - 15 tahun (PMR Madya), (3) 15 - 17 tahun (PMR Wira)
Pelatihan PMI diarahkan pada peran PMR sebagai peer educator, peer leadership, peer support dan peer educator, dengan menekankan pada perilaku hidup sehat dan pengurangan risiko sesuai prinsip-prinsip dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Agar proses belajar dan kegiatan menjadi aktivitas kehidupan nyata yang dihayati dengan penuh kegembiraan membantu anggota PMR menikmati kegiatan dan membangun imajinasi tentang apa dan bagaimana seharusnya menjadi anggota PMR
Pembinaan PMR Pembinaan Palang Merah remaja Palang Merah Remaja (PMR) adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja PMI, yang selanjutnya disebut anggota PMR. Terdapat di PMI Cabang seluruh Indonesia dengan anggota lebih dari 1 juta orang. Anggota PMR merupakan salah satu kekuatan PMI dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dibidang kesehatan dan siaga bencana, mempromosikan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, serta mengembangkan kapasitas organisasi PMI.
PMI mengeluarkan kebijakan pembinaan PMR: (1) Remaja merupakan prioritas pembinaan, baik dalam keanggotaan maupun kegiatan kepalangmerahan. (2) Remaja berperan penting dalam pengembangan kegiatan kepalangmerahan. (3) Remaja berperan penting dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan proses pengambilan keputusan untuk kegiatan PMI. (4). Remaja adalah kader relawan. (5). Remaja calon pemimpin PMI masa depan.
Tujuan pembinaan dan pengembangan PMI masa depan: (1) Penguatan kualitas remaja dan pembentukan karakter. (2) Anggota PMR sebagai contoh dalam berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya. (3). Anggota PMR dapat memberikan motivasi bagi teman sebaya untuk berperilaku hidup sehat. (4) Anggota PMR sebagai pendidik remaja sebaya. (5) Anggota PMR adalah calon relawan masa depan.
Perekrutan anggota PMR berdasarkan target usia: (1) 10 - 12 tahun (PMR Mula), (2) 12 - 15 tahun (PMR Madya), (3) 15 - 17 tahun (PMR Wira)
Pelatihan PMI diarahkan pada peran PMR sebagai peer educator, peer leadership, peer support dan peer educator, dengan menekankan pada perilaku hidup sehat dan pengurangan risiko sesuai prinsip-prinsip dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Agar proses belajar dan kegiatan menjadi aktivitas kehidupan nyata yang dihayati dengan penuh kegembiraan membantu anggota PMR menikmati kegiatan dan membangun imajinasi tentang apa dan bagaimana seharusnya menjadi anggota PMR
LAMBANG HPI
LAMBANG - Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memenuhi tiga fungsi utama:
* harus menandakan bahwa seseorang atau suatu objek sebagai hal yang tidak boleh diserang (tanda perlindungan)
* untuk memberi keterangan bahwa orang atau objek ini berada di bawah perlindungan atura-aturan kemanusiaan/HPI (tanda perlindungan)
* menandakan bahwa orang-orang ini atau objek-objek ini ada kaitannya dengan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah (tanda pengenal)
A. TANDA PERLINDUNGAN (PROTECTIVE USE)
Sebagai suatu alat perlindungan lambang adalah “tanda Konvensi” pada masa perang. Sebagaimana hal itu berlaku sebagai simbol, atau “…tanda perlindungan yang dapat terlihat yang disepakati oleh Konvensi terhadap orang-orang atau sesuatu (tenaga medis, unit-unit, kendaraan dan peralatan). Kegunaan perlindungan ini secara esensi dimiliki oleh negara dan dinas kesehatan angkatan darat.
Disamping dinas medis angkatan darat ini, perhimpunan-perhimpunan bantuan yang diakui, terutama Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, memberikan bantuannya kepada dinas medis angkatan darat, juga diizinkan untuk menggunakan lambang tersebut untuk perlindungan, tetapi hanya selama pertikaian terjadi. Dalam status ini personil yang dimaksud tetap harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penggunaan tanda perlindungan oleh Perhimpunan Nasional ini terbatas pada personil, bangunan, kendaraan dan peralatan yang disimpan di tempat penyimpanan dinas medis angkatan darat pada waktu perang, dan penampangannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan otoritas militer. Tanda perlindungan ini tetap harus dikenakan dengan jelas (optimum visibility) pada saat personil tersebut tidak dalam keadaan bertugas.
Seperti yang telah disinggung, badan internasional Palang Merah atau ICRC dan IFRC dan personilnya apakah petugas medis atau bukan, diperkenankan untuk mengenakan lambang itu setiap saat.
Bila digunakan sebagai alat perlindungan, lambang tersebut harus selalu dalam dimensi yang besar dalam kaitannya dengan penandaan gedung atau kendaraan supaya lebih jelas terlihat dari kejauhan. Sebagai contoh tanda perlindungan akan ditampakkan di atap rumah sakit dan dek atau badan sisi luar rumah sakit kapal dan di semua sisi kendaraan-kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang-orang terluka dan tenaga medis. Anggota dinas medis akan menggunakan tanda di lengan dan di dada.
Bila tidak ada pengaturan lebih lanjut dari pihak berwenang, Perhimpunan Nasional dapat memberikan izin kepada para anggotanya memasang lambang sebagai suatu alat pengenal (dengan nama perhimpunannya) bersamaan dengan lambang sebagai alat perlindungan. Bagi objek-objek yang ditempatkan instalasi milik pihak berwenang juga dapat dipasangkan lambang dengan nama perhimpunannya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan sebagai alat pengenal dan nama Perhimpunan Nasional termaksud harus dalam dimensi yang kecil.
Penggunaan lambang atau titel “palang merah” atau “Geneva cross”, atau setiap tanda atau titel yang merupakan suatu imitasi (peniruan), harus dilarang setiap saat, langkah yang perlu harus diambil untuk mencegah dan menekan segala bentuk penyalah gunaan tanda khusus ini. Penggunaan yang tidak jujur atau merupakan tindakan penipuan dari lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan (dan sinyal perlindungan lainnya) adalah suatu pelanggaran berat (grave breach). pelanggaran berat tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang (war crimes).
B. TANDA PENGENAL (INDICATIVE USE)
Sebagai alat pengenal, lambang tersebut menunjukan bahwa pemakai, apakah personil atau objek mempunyai hubungan tertentu dengan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, tetapi tidak perlu di bawah ketentuan perlindungan Konvensi Jenewa.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai suatu tanda pengenal harus dalam dimensi yang lebih kecil dan digunakan sebagai cara untuk menghindari segala bentuk kerancuan membedakan dengan alat perlindungan.
Sebagai contoh, lambang tersebut tidak boleh ditampakkan pada atap atau di lengan. Namun demikian penggunaan lambang dalam ukuran besar tetap berlaku dalam kasus-kasus tertentu, seperti pemakaian lambang tersebut oleh tenaga P3K untuk mudah dikenali. Sebagai contoh, hal ini berlaku ketika sukarelawan P3K melakukan aktivitas bantuan korban bencana alam.
Perhimpunan Nasional diinstruksikan untuk hanya menggunakan lambang-lambang yang sesuai dengan Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, dalam mengikuti Prinsip-prinsip Dasar Gerakan, “…Perhimpunan Nasional tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan lambang kecuali hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh Konferensi Internasional Palang Merah dan tujuan-tujuan kelembagaan, yaitu bantuan sukarela terhadap orang sakit dan terluka serta kepada korban akibat konflik langsung dan tidak langsung dan bencana alam atau bencana buatan manusia.
Sebagai aturan umum, di masa damai, Perhimpunan Nasional dapat menggunakan lambang sebagai alat pengenal sesuai dengan perundang-undangan nasional. Seperti yang pernah disinggung pada bagian A dari tulisan ini (tentang tanda perlindungan), mereka juga dapat melanjutkan penggunaan lambang sebagai alat pengenal di masa perang atau konflik, tanpa ada kemungkinan kerancuan dengan kegunaannya sebagai alat perlindungan (penggunaannya tanda pengenal bersamaan dengan tanda perlindungan).
Sebagai contoh, seorang petugas medis dari Perhimpunan Nasional di masa damai selalu mengenakan bros, badge atau “name tag” yang merupakan identitas Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah di negaranya. Identitas ini tetap dapat dikenakan kemudian di masa konflik meskipun dia kemudian mengenakan rompi atau ban lengan dengan lambang palang merah/bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.
Berikut adalah pembedaan-pembedaan fungsi pengenal dari emblem yang bisa dibuat:
* lambang perlengkapan, dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat kendaraan, badge staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut adalah anggota atau milik dari organisasi Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah;
* lambang dekoratif, yang mungkin tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif yang digunakan oleh Perhimpunan Nasional;
* lambang asosiatif, yang mungkin tampak pada pos-pos P3K, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada ambulans bukan miliki Perhimpunan Nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit, dengan izin dari Perhimpunan Nasional.
Penggunaan lambang yang tidak benar
Banyak kasus penyalahgunaan dari lambang ditemukan dalam kategori alat pengenal. Karena secara luas dianggap sebagai suatu simbol pertolongan dan perawatan medis, lambang palang merah dan bulan sabit merah sering secara luas digunakan oleh organisasi dan perorangan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Gerakan Palang Merah. Sangat banyak contoh dari penyalahgunaan lambang yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyalahgunaan itu utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta, ambulan, apotek, pabrik obat dan perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan umum atau swasta yang berkaitan dengan kesehatan dan higienis.
Sebenarnya setiap penggunaan lambang tanpa mendapat pengesahan yang resmi dari Perhimpunan Nasional harus dianggap sebagai suatu penyalahgunaan, apakah itu dibuat untuk tujuan komersial atau bukan. Oleh karena itu tindakan hukum yang efektif harus diambil oleh semua negara untuk mengatur penggunaan lambang dan menekan penyalahgunaan lambang tersebut.
Dengan kata lain, perlindungan lambang itu sendiri adalah suatu keharusan yang mutlak untuk menjamin berlangsungnya penghargaan kepada Gerakan Palang Merah dan aktivitas-aktivitas Palang Merah di seluruh penjuru dunia baik di masa damai atau di masa perang.
Dasar Hukum
Berdasarkan hukum internasioanl, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Konvensi Jenewa I 1949 Pasal 38 s.d. Pasal 44, Pasal 53 dan Pasal 54
2. Konvensi Jenewa II 1949 Pasal 41 s.d. Pasal 45
3. Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 18 s.d. Pasal 22
4. Protokol Tambahan I 1977 Pasal 18, Pasal 85 dan Annex I Pasal 1 s.d. Pasal 5
5. Protokol Tambahan II 1977 Pasal 12
6. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991)
Berdasarkan hukum nasional, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Keppres No. 25 tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
2. Keppres No. 246 tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
3. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1/Peperti tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah.
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memenuhi tiga fungsi utama:
* harus menandakan bahwa seseorang atau suatu objek sebagai hal yang tidak boleh diserang (tanda perlindungan)
* untuk memberi keterangan bahwa orang atau objek ini berada di bawah perlindungan atura-aturan kemanusiaan/HPI (tanda perlindungan)
* menandakan bahwa orang-orang ini atau objek-objek ini ada kaitannya dengan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah (tanda pengenal)
A. TANDA PERLINDUNGAN (PROTECTIVE USE)
Sebagai suatu alat perlindungan lambang adalah “tanda Konvensi” pada masa perang. Sebagaimana hal itu berlaku sebagai simbol, atau “…tanda perlindungan yang dapat terlihat yang disepakati oleh Konvensi terhadap orang-orang atau sesuatu (tenaga medis, unit-unit, kendaraan dan peralatan). Kegunaan perlindungan ini secara esensi dimiliki oleh negara dan dinas kesehatan angkatan darat.
Disamping dinas medis angkatan darat ini, perhimpunan-perhimpunan bantuan yang diakui, terutama Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, memberikan bantuannya kepada dinas medis angkatan darat, juga diizinkan untuk menggunakan lambang tersebut untuk perlindungan, tetapi hanya selama pertikaian terjadi. Dalam status ini personil yang dimaksud tetap harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penggunaan tanda perlindungan oleh Perhimpunan Nasional ini terbatas pada personil, bangunan, kendaraan dan peralatan yang disimpan di tempat penyimpanan dinas medis angkatan darat pada waktu perang, dan penampangannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan otoritas militer. Tanda perlindungan ini tetap harus dikenakan dengan jelas (optimum visibility) pada saat personil tersebut tidak dalam keadaan bertugas.
Seperti yang telah disinggung, badan internasional Palang Merah atau ICRC dan IFRC dan personilnya apakah petugas medis atau bukan, diperkenankan untuk mengenakan lambang itu setiap saat.
Bila digunakan sebagai alat perlindungan, lambang tersebut harus selalu dalam dimensi yang besar dalam kaitannya dengan penandaan gedung atau kendaraan supaya lebih jelas terlihat dari kejauhan. Sebagai contoh tanda perlindungan akan ditampakkan di atap rumah sakit dan dek atau badan sisi luar rumah sakit kapal dan di semua sisi kendaraan-kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang-orang terluka dan tenaga medis. Anggota dinas medis akan menggunakan tanda di lengan dan di dada.
Bila tidak ada pengaturan lebih lanjut dari pihak berwenang, Perhimpunan Nasional dapat memberikan izin kepada para anggotanya memasang lambang sebagai suatu alat pengenal (dengan nama perhimpunannya) bersamaan dengan lambang sebagai alat perlindungan. Bagi objek-objek yang ditempatkan instalasi milik pihak berwenang juga dapat dipasangkan lambang dengan nama perhimpunannya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan sebagai alat pengenal dan nama Perhimpunan Nasional termaksud harus dalam dimensi yang kecil.
Penggunaan lambang atau titel “palang merah” atau “Geneva cross”, atau setiap tanda atau titel yang merupakan suatu imitasi (peniruan), harus dilarang setiap saat, langkah yang perlu harus diambil untuk mencegah dan menekan segala bentuk penyalah gunaan tanda khusus ini. Penggunaan yang tidak jujur atau merupakan tindakan penipuan dari lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan (dan sinyal perlindungan lainnya) adalah suatu pelanggaran berat (grave breach). pelanggaran berat tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang (war crimes).
B. TANDA PENGENAL (INDICATIVE USE)
Sebagai alat pengenal, lambang tersebut menunjukan bahwa pemakai, apakah personil atau objek mempunyai hubungan tertentu dengan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, tetapi tidak perlu di bawah ketentuan perlindungan Konvensi Jenewa.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai suatu tanda pengenal harus dalam dimensi yang lebih kecil dan digunakan sebagai cara untuk menghindari segala bentuk kerancuan membedakan dengan alat perlindungan.
Sebagai contoh, lambang tersebut tidak boleh ditampakkan pada atap atau di lengan. Namun demikian penggunaan lambang dalam ukuran besar tetap berlaku dalam kasus-kasus tertentu, seperti pemakaian lambang tersebut oleh tenaga P3K untuk mudah dikenali. Sebagai contoh, hal ini berlaku ketika sukarelawan P3K melakukan aktivitas bantuan korban bencana alam.
Perhimpunan Nasional diinstruksikan untuk hanya menggunakan lambang-lambang yang sesuai dengan Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, dalam mengikuti Prinsip-prinsip Dasar Gerakan, “…Perhimpunan Nasional tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan lambang kecuali hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh Konferensi Internasional Palang Merah dan tujuan-tujuan kelembagaan, yaitu bantuan sukarela terhadap orang sakit dan terluka serta kepada korban akibat konflik langsung dan tidak langsung dan bencana alam atau bencana buatan manusia.
Sebagai aturan umum, di masa damai, Perhimpunan Nasional dapat menggunakan lambang sebagai alat pengenal sesuai dengan perundang-undangan nasional. Seperti yang pernah disinggung pada bagian A dari tulisan ini (tentang tanda perlindungan), mereka juga dapat melanjutkan penggunaan lambang sebagai alat pengenal di masa perang atau konflik, tanpa ada kemungkinan kerancuan dengan kegunaannya sebagai alat perlindungan (penggunaannya tanda pengenal bersamaan dengan tanda perlindungan).
Sebagai contoh, seorang petugas medis dari Perhimpunan Nasional di masa damai selalu mengenakan bros, badge atau “name tag” yang merupakan identitas Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah di negaranya. Identitas ini tetap dapat dikenakan kemudian di masa konflik meskipun dia kemudian mengenakan rompi atau ban lengan dengan lambang palang merah/bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.
Berikut adalah pembedaan-pembedaan fungsi pengenal dari emblem yang bisa dibuat:
* lambang perlengkapan, dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat kendaraan, badge staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut adalah anggota atau milik dari organisasi Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah;
* lambang dekoratif, yang mungkin tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif yang digunakan oleh Perhimpunan Nasional;
* lambang asosiatif, yang mungkin tampak pada pos-pos P3K, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada ambulans bukan miliki Perhimpunan Nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit, dengan izin dari Perhimpunan Nasional.
Penggunaan lambang yang tidak benar
Banyak kasus penyalahgunaan dari lambang ditemukan dalam kategori alat pengenal. Karena secara luas dianggap sebagai suatu simbol pertolongan dan perawatan medis, lambang palang merah dan bulan sabit merah sering secara luas digunakan oleh organisasi dan perorangan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Gerakan Palang Merah. Sangat banyak contoh dari penyalahgunaan lambang yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyalahgunaan itu utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta, ambulan, apotek, pabrik obat dan perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan umum atau swasta yang berkaitan dengan kesehatan dan higienis.
Sebenarnya setiap penggunaan lambang tanpa mendapat pengesahan yang resmi dari Perhimpunan Nasional harus dianggap sebagai suatu penyalahgunaan, apakah itu dibuat untuk tujuan komersial atau bukan. Oleh karena itu tindakan hukum yang efektif harus diambil oleh semua negara untuk mengatur penggunaan lambang dan menekan penyalahgunaan lambang tersebut.
Dengan kata lain, perlindungan lambang itu sendiri adalah suatu keharusan yang mutlak untuk menjamin berlangsungnya penghargaan kepada Gerakan Palang Merah dan aktivitas-aktivitas Palang Merah di seluruh penjuru dunia baik di masa damai atau di masa perang.
Dasar Hukum
Berdasarkan hukum internasioanl, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Konvensi Jenewa I 1949 Pasal 38 s.d. Pasal 44, Pasal 53 dan Pasal 54
2. Konvensi Jenewa II 1949 Pasal 41 s.d. Pasal 45
3. Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 18 s.d. Pasal 22
4. Protokol Tambahan I 1977 Pasal 18, Pasal 85 dan Annex I Pasal 1 s.d. Pasal 5
5. Protokol Tambahan II 1977 Pasal 12
6. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991)
Berdasarkan hukum nasional, masalah lambang ini diatur dalam:
1. Keppres No. 25 tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
2. Keppres No. 246 tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
3. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1/Peperti tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah.
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
DONOR DARAH DAN TRANSFUSI DARAH
Untuk terciptanya disiplin serta meminimalisasi terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan, maka terdapat juga sistem dan mekanisme dalam pelaksanaan Donor darah.
1. Donor menyerahkan kartu donornya kepada petugas transfusi bila sudah pernah donor, dan yang baru dibuatkan kartu donor
2. Donor ditimbang berat badannya
3. Donor dites golongan darahnya dan kadar haemoglobil (HB)
4. Setelah memenuhi untuk menjadi donor sesuai persyaratan diatas seperti HB normal, berat badan cukup, maka donor dipersilahkan tidur untuk diperiksa kesehatannya oleh dokter transfusi
5. Setelah memenuhi syarat (sehat menurut dokter) barulah petugas transfusi darah (AID/PTID) siap untuk menyadap (mengambil) darahnya berdasarkan berat badan (250 cc – 500 cc)
6. Setelah diambil darahnya donor dipersilahkan ke kantin donor untuk menikmati hidangan ringan berupa kopi/susu, telor dan vitamin
7. Donor kembali ke bagian administrasi untuk mengambil kartu donornya yang telah diisi tanggal penyumbang dan registrasi oleh petugas
8. Selesai (pulang)
PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Strategi Palang Merah Indonesia (PMI) dalam visinya menetapkan agar dikenall secara luas sebagai organisasi kepalangmerahan dalam memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan secara efektif dan tepat waktu dengan semangat kenetralan dan kemandirian.
Meskipun kegiatan transfusi darah sudah dirintis sejak masa perjuangan revolusi oleh PMI, namun baru melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, pemerintah menetapkan peran PMI sebagai satu-satunya organisasi yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan transfusi darah di Indonesia.. Tugas ini ditegaskan pula melalui SK.Dirjen Yan Med No. 1147/ YANMED/RSKS/1991, tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Menteri Kesehatan No. 478/Menkes/Per/1990 tentang upaya kesehatan di bidang Transfusi Darah.
Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina Darah dan Cabang tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti.
PROSEDUR TEKNIS PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Dalam melakukan pelayanan transfusi darah kepada masyarakat, PMI tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pendonor darah tetapi juga ke masyarakat yang pengguna darah. Karenanya menjadi penting untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah transfusi darah kepada masyarakat luas, seperti ” Bagaimana menjadi donor darah; Prosedur permintaan Darah; Pengelolaan Darah dan “service cost” (lengkapnya lihat “Serba-Serbi Transfusi Darah” )
BLOOD SCREENING ( Pemeriksaan uji saring darah)
Blood screening (pemeriksaan uji saring darah) merupakan salah satu tahap di dalam pengelolaan darah yang dilakukan PMI untuk mendapatkan darah yang betul-betul aman bagi pengguna darah (orang sakit). Bahkan, untuk menghindari tercemarnya darah dari HIV, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menkes RI No.622/Menkes/SK/VII/1992 tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada darah yang disumbangkan donor. Pemeriksaan ini bersifat “mandatory”, namun tidak bertentangan dengan resolusi Komisi HAM PBB, karena yang diperiksa bukan orang yang menyumbangkan darah melainkan darah yang akan ditransfusikan (prinsip unlinked Anonymous).
Saat ini tiap Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) telah melakukan uji saring terhadap 4 penyakit menular berbahaya yaitu syphilis, hepatitis B & C dan HIV/AIDS. Apabila ada donor darah yang dicurigai terinfeksi dengan hasil test yang mendukung, maka dirujuk ke UTDP untuk dilakukan test ulang darah donor tersebut. Hasilnya dikembalikan ke UTDC yang bersangkutan.
Berhubung tindakan selanjutnya masih di bawah wewenang Depkes, maka PMI bekerjasama dengan RSCM untuk melakukan test Western Blot yaitu pemeriksaan untuk memastikan seseorang tersebeut reaktif atau tidak. Di UTDD DKI Jakarta apabila dicurigai adanya infeksi HIV/AIDS maka dilakukan rujukan pasien ke LSM Yayasan Pelita Ilmu yang menangani Konseling dan Terapi.
Konseling Donor Darah
Khusus mengenai konseling sebenarnya UTD PMI telah mencoba untuk melakukan pre dan post konseling untuk hasil pemeriksaan darah yang positif terjangkit Sifilis, Hepatitis B & C. Dalam tahap pre konseling, sebelum pemeriksaan para donor diberitahu disertai penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan dari yang bersangkutan melalui lembar Inform Consent, bahwa jika hasil darahnya reaktif atau positif maka darah tersebut tidak akan digunakan untuk transfusi.
Sedangkan pada tahap Post Konseling, setelah hasil pemeriksaan darah donor dinyatakan positif, maka diadakan pemanggilan kepada yang bersangkutan melalui pos. Namun untuk kasus HIV dipanggil langsung. Kemudian diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk tidak menjadi donor darah:
• sampai hasil pemeriksaan darahnya negative pada sifilis
• atau tidak menjadi donor darah untuk selamanya bagi pengidap HIV dan Hepatitis B&C.
Khusus untuk HIV, konseling belum dapat dilakukan karena:
• Prinsip Unlinked Anonymous
• Belum siapnya seluruh UTDC dan Pemerintah untuk melakukan konseling dan terapinya
APAKAH DONOR DARAH ITU ?
DONOR DARAH
Merupakan Individu atau orang yang menyumbangkan darahnya, dengan tujuan untuk membantu yang lain khususnya yang pada kondisi memerlukan suplai darah dari luar, karena sampai saat ini darah belum bisa di sintesa sehingga ketika diperlukan harus diambil seseorang/individu.
Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
1. Umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
2. Berat badan minimum 45 kg
3. Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4. Tekanan darah baik ,yaitu:
Sistole = 110 - 160 mm Hg
Diastole = 70 - 100 mm Hg
5. Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6. Hemoglobin
Wanita minimal = 12 gr %
Pria minimal = 12,5 gr %
7. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
1. Pernah menderita hepatitis B.
2. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
4. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
5. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6. Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
7. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis.
9. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
10. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
11. Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13. Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14. Sedang menyusui.
15. Ketergantungan obat.
16. Alkoholisme akut dan kronik.
17. Sifilis.
18. Menderita tuberkulosa secara klinis.
19. Menderita epilepsi dan sering kejang.
20. Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21. Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
22. Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril).
23. Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
Manfaat Donor Darah
1. Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi, Lab Uji Saring (HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).
2. Mendapatkan piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang darahnya antara lain 10, 25, 50, 75, 100 kali.
3. Donor darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Pemerintah.
4. Merupakan bagian dari ibadah.
Sumber :www.palangmerah.org
Merupakan Individu atau orang yang menyumbangkan darahnya, dengan tujuan untuk membantu yang lain khususnya yang pada kondisi memerlukan suplai darah dari luar, karena sampai saat ini darah belum bisa di sintesa sehingga ketika diperlukan harus diambil seseorang/individu.
Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
1. Umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
2. Berat badan minimum 45 kg
3. Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4. Tekanan darah baik ,yaitu:
Sistole = 110 - 160 mm Hg
Diastole = 70 - 100 mm Hg
5. Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6. Hemoglobin
Wanita minimal = 12 gr %
Pria minimal = 12,5 gr %
7. Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Seseorang tidak boleh menjadi donor darah pada keadaan:
1. Pernah menderita hepatitis B.
2. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
4. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
5. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6. Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
7. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis.
9. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
10. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
11. Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13. Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14. Sedang menyusui.
15. Ketergantungan obat.
16. Alkoholisme akut dan kronik.
17. Sifilis.
18. Menderita tuberkulosa secara klinis.
19. Menderita epilepsi dan sering kejang.
20. Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21. Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
22. Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril).
23. Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
Manfaat Donor Darah
1. Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi, Lab Uji Saring (HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).
2. Mendapatkan piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang darahnya antara lain 10, 25, 50, 75, 100 kali.
3. Donor darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Pemerintah.
4. Merupakan bagian dari ibadah.
Sumber :www.palangmerah.org
PENGELOLAAN DARAH DAN SERVICE COST (BIAYA PENGGANTI PENGELOLAHAN DARAH)
Upaya kesehatan Transfusi Darah adalah upaya kesehatan yang bertujuan agar penggunaan darah berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan . Kegiatan ini mencakup antara lain :pengerahan donor,penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien.
Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Demikian juga dengan donornya, donor yang menyumbagkan darahnya juga tetap selalu sehat.
Kelancaran pelaksanaan upaya kesehatan transfusi darah di atas sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan, peralatan, dana dan sistem pengelolaannya yang hakikatnya kesemuanya itu memerlukan biaya.
Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut diatas adalah biaya pengelolaan darah ( Service Cost) , yang pada prakteknya manfaatnya ditujukan kepada pengguna darah di rumah sakit. Penarikan service cost/biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian pengelolaan darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit dan bukan untuk membayar darah.
Pengelolaan Darah
Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain :
• Rekruitmen donor
• Pengambilan darah donor
• Pemeriksaan uji saring
• Pemisahan darah menjadi komponen darah
• Pemeriksaan golongan darah
• Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien
• Penyimpanan darah di suhu tertentu
• Dan lain-lain
Untuk melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil al :
• Kantong darah
• Peralatan untuk mengambil darah
• Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien
• Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah
• Peralatan untuk pemeriksaan proses tersebut
• Pasokan daya listrik untuk proses tersebut
• Personil PMI yang melaksanakan tugas tersebut
Peranan ketersediaan prasarana di atas sangat menentukan berjalannya proses pengolahan darah. Untuk itu pengadaan dana menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan prasarana tersebut, PMI menetapkan perlunya biaya pengolahan darah ( service cost).
“Service Cost “
Besarnya jumlah Service Cost yang ditetapkan standar oleh PMI adalah sebesar Rp 128.500,- Namun demikian dalam prakteknya di beberapa rumah sakit, terutama swasta, jumlahnya bisa disesuaikan dengan keadaan RS-nya. oleh karena adanya kebijakan “subsidi silang”. Bagi yang tak mampu, pembebasan service cost juga dapat dikenakan sejauh memenuhi prosedur administrasi yang berlaku.
“Service cost” tetap harus dibayar walaupun pemohon darah membawa sendiri donor darahnya. Mengapa demikian? Karena bagaimanapun darah tersebut untuk dapat sampai kepada orang sakit yang membutuhkan darah tetap memerlukan prosedur seperti tersebut diatas.
Demikian pula Service Cost tetap ditarik walaupun PMI telah menerima sumbangan dari masyarakat karena hasil sumbangan masyarakat tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional Unit Tranfusi Darah PMI.
Langganan:
Postingan (Atom)